Cari

Kamis, 27 Januari 2011

PAJAK

PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat.
Perdagangan bebas membawa konsekuensi pula dalam kebijakan perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat tidak dapat ditolak dan harus menerima keberadaan globalsasi ekonomi serta yang paling penting yaitu mengambil kesempatan yang dapat timbul akibat adanya perubahan ekonomi internasional. Sebagai salah satu perangkat pendukung yang menunjang agar tercapai keberhasilan ekonomi dalam meraih peluang adalah hukum.
Salah satu bagian yang disoroti adalah hukum pajak. Hukum pajak ini yang sering disebut dengan hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk memungut pajak. Dengan kata memungut, terlihat adanya kegiatan mengambil kekayaan seseorang dan mengerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Oleh karena itu pajak ditinjau dari segi ekonomi sebagai peralihan uang dari sektor masyarakat atau pemerintah tanpa imbalan secara langsung dapat ditunjuk.
Apalagi saat ini pemerintah terus berusaha meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Sebab pada masa mendatang penerimaan dari sektor pajak akan merupakan primadona dalam mengisi kas APBN, setelah penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi yang biasanya yang diharapkan. Salah satu cara untuk mengingkatkan penerimaan pajak ini tentunya berkaitan erat dengan berkembang tidaknya dunia usaha. Bila dunia usaha berkembang, maka penerimaan pajak bisa dipastikan akan meningkat. Sebaliknya bila dunia bisnis tidak berkembang, maka penerimaan pajak juga sulit diharapkan akan meningkat.
Yang terutama menarik perhatian para cendikiawan adalah seringnya berubah peraturan-peraturan, yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan ekonomi dalam masyarakat di mana perubahan ini mengharuskan pengubahan peraturan-peraturan pajaknya.
Disini kami akan membahas secara rinci mengenai pajak baik di tinjau dari segi sejarah, peranan pajak dalam perekonomian, macam-macam pajak, pajak dan retribusinya, besaran target pajak dan realisasinya, perbadaan antara pajak dengan zakat, serta disertai dengan berbagai kasus seputar tentang pajak.
PEMBAHASAN PAJAK
  1. Lintas Sejarah Pajak dan Zakat
    1. Zakat1
Selama tiga belas tahun di Mekkah, kaum muslimin didorong untuk menginfakkan harta mereka buat para fakir, miskin, dan budak, namum sebelum ditentukan nisab dan berapa kewajiban zakatnya, juga belum diketahui apakah telah diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas kaum muslim dulu memberikan sebagian besar harta mereka untuk kepentingan Islam.
Ayat-ayat dalam surah al-Hajj yang turun diawal periode Madinah menjelaskan salah satu ciri orang mukmin, yaitu menegakkan shalat dan membayar zakat. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada ternak, emas, perak, pertanian, dan barang terpendam. Pada periode Madinah, baru ditentukan nisab dan jumlah kewajiban zakat, administrasi, pengumpulan, dan penyaluran.
Pada zaman Abu Bakar r.a., sebagian orang menolak membayar zakat dikarenakan adanya nabi palsu saat itu dan ada yang menunggu perkembangan setelah wafatnya Rasulullah. Pada zaman Umar r.a.., objek zakat diperluas, misalnya kuda yang tadinya tidak dikenakan zakat malah menjadi objek zakat.
Pada masa Utsman r.a., dengan kemajuan perekonomian umat saat itu, timbul masalah baru, antara lain hukum zakat atas pinjaman. Utsman berpendapat jika uang itu dapat ditagih pada waktunya berzakat, manun ia tidak melakukannya, ia harus membayar zakat dari seluruh hartanya termasuk utang yang seharusnya dapat ditagih. Pada masa Ali r.a., ternak yang dipekerjakan tidak dikenakan zakat karena dianggap kebutuhan dasar petani. Dan Ali membolehkan pembayaran zakat dengan bentuk barang serta uang.

    1. Pajak
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 sebelum Masehi. Pengenaan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan. Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah. Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.2

  1. Pengertian Pajak
Ada banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri. Kami hanya mengambil salah satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang berbunyi sebgai berikut.3
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah:
        1. Pajak dipungut bedasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
        2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
        3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
        4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
        5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

          1. Peranan Pajak Dalam Perekonomian
Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.
Meskipun kehidupan ekonomi sebagian besar dijalankan dengan mengandalkan mekanisme pasar bebas, mekanisme tadi tidak akan berjalan apabila tidak ada pemerintah. Untuk menjalankan roda pemerintahan yang mampu menggerakkan secara efektif mekanisme pasar bebas pemerintah memerlukan pajak dari masyarakat.
Pelayanan yang diberikan pemerintah merupakan suatu kepentingan umum (public utilities) untuk kepuasan bersama, sehingga pajak yang mengalir dari masyarakat akhirnya kembali lagi untuk masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan kenaikan pendapatan masyarakat melalui retribusi pendapatan.4

          1. Macam-Macam Pajak
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok:5
            1. Menurut Golongan
  1. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh Pajak Penghasilan.
  2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh Pajak Pertambahan Nilai.

    1. Menurut Sifat
      1. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau bedasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya. Dalam arti memperhatikan keadaaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
      2. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau bedasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    1. Menurut Pemungut dan Pengelolanya
  1. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
  2. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Hiburan.

          1. Asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Ada beberapa asas yang perlu diperhatikan dalam pemungutan pajak menurut pandangan Adam Smith:6
      • Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
      • Certainty (asas kepastian hukum)
Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
      • Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
      • Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis)
Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

        1. Pajak dan Retribusi
Jenis pungutan seperti retribusi mempunyai pengertian yang lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi, karena pembayaran tersebut ditunjukkan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi dari pemerintah, misalnya pembayaran uang kuliah, karcis untuk masuk terminal, kartu langganan.
Dalam undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 1 angka 26 menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.7
Untuk cara pemungutannya, retribusi dalam pelaksanaan penagihannya dapat dipaksakan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu kepada mereka tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi, berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
Jadi pajak dapat diartikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan disuatu negara, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak tersebut. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sedangkan retribusi lebih spesifik kepada orang-orang tertentu yang mendapatkan pelayanan tertentu.

        1. Besaran Target Pajak dan Realisasinya
Agar lebih mudahnya, kita melihat saja contohnya mengenai target pajak pada tahun 2008 dan bagaimana realisasinya.8
Penerimaan pajak yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2008 senilai Rp.583,67 triliun dinilai komisi XI DPR tidak realistis hal ini dikarenakan pemerintah diperkirakan sulit mencapainya, sehingga target itu kemungkinan direvisi. Mengingat banyak yang harus dilakukan agar target penerimaan pajak terlealisasi seperti contohnya adalah usaha peningkatan partisipasi masyarakat sadar dan peduli pajak ataupun adanya kebijakan-kebijakan mengenai sanksi pidana bagi wajib pajak yang melanggar aturan atau ketetapan kewajiban pembayaran pajak dan yang berkaitan dengan itu semisal wajib pajak yang telat dalam membayar pajak. Sejauh ini pemerintah baru menyelesaikan UU Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sedangkan RUU Pajak Penghasilan, RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) baru akan dibahas di DPR. Menurut wakil komisi XI DPR adanya perombakan atau pembedahan yang sedang dilakukan saat ini terhadap ketentuan perpajakan baru akan terasa pada 2009.
Seperti diketahui bahwa target penerimaan perpajakan tahun 2008 senilai Rp.583,67 triliun lebih besar dibanding target APBN 2007 senilai Rp 509,4 triliun yang kemudian direvisi menjadi Rp.489,8 triliun dalam RAPBN 2007. adapun penerimaan perpajakan tahun 2008 diproyeksikan berasal dari penerimaan pajak dalam negeri Rp.568,2 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp.15,4 triliun. Dalam APBN 2007 APBNP 2007, target pajak dalam negeri ditetapkan masing-masing Rp 494,5 triliun dan Rp 472,7 triliun, sedangkan target penerimaan pajak perdagangan internasional masing-masingRp 14,8 tri liun dan Rp 17,1 triliun.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan (Depkeu) Anggito Abimanyu kepada Investor Daily menegaskan, kenaikan target penerimaan pajak tahun depan merupakan hal yang wajar. Itu terkait prinsip kenaikan anggaran sebesar 20% dibanding anggaran tahun sebelumnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan mengandalkan utang dalam negeri guna membiayai defisit RAPBN 2008 yang ditargetkan Rp 75,03 triliun atau 1,7% dari PDB. Menurut Menkeu, pembiayaan dari dalam negeri ditargetkan Rp 91,7 triliun. Dana itu dihimpun dari emisi surat utang negara (SUN), penjualan aset restrukturisasi perbankan, penggunaan dana simpanan pemerintah di BI, dan privatisasi BUMN.
Bedasarkan apa yang telah diuraikan inti dari bisa atau tidaknya besaran target pajak tahun 2008 tercapai adalah harus adanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Seperti halnya partisipasi masyarakat sadar dan peduli pajak dan sanksi hukum yang tegas bagi yang melanggar atau menyeleweng dari aturan ataupun ketentuan mengenai perpajakan yang berlaku di Indonesia bagi semua wajib pajak.

        1. Hubungan, Persamaan dan Perbedaan Pajak dan Zakat
Pajak pada hakikatnya adalah kewajiban material seorang warga pada negaranya untuk dibayar menurut ukuran yang telah ditentukan mengenai kekayaan dan pribadi seserorang, dan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Zakat pada hakikatnya adalah bagian tertentu yang ada pada harta seorang Islam yang wajib dikeluarkan atas perintah Allah untuk kepentingan orang lain menurut kadar yang ditentukan-Nya.
Pajak dan zakat juga memliki persamaan dan perbedaan,9 persamaannya terlihat antara lain pada pembebanan kewajiban itu atas harta kekayaan yang dimiliki seseorang dan pada pribadi orang yang bersangkutan. Perbedaannya nyata antara lain:
  1. Zakat adalah kewajiban agama yang ditetapkan oleh Allah, sedang pajak adalah kewajiban warga negara yang ditentukan oleh pemerintah.
  2. Yang wajib mengeluarkan zakat orang-orang Islam, sedang yang wajib membayar pajak adalah tidak hanya orang Islam saja, tetapi semua warga negara dan orang asing tanpa memandang agama yang dipeluknya.
  3. Yang berhak menerima zakat sudah tentu kelompoknya, sedang yang berhak menikmati pajak adalah semua penduduk yang ada pada suatu negara.
  4. Sanksi tidak membayar zakat adalah dosa besar, karena tidak memenuhi perintah Allah (dan Rasul-Nya), sedangkan sanksi tidak membayar pajak hanya denda atau hukuman saja.
  5. Zakat tidak mungkin dihapuskan karena merupakan rukun Islam ketiga, sedang pajak mungkin saja diganti atau dihapuskan tergantung pada pertimbangan pemerintah dan keadaan keuangan negara.


    1. Masalah Seputar Pemungutan Pajak Di Indonesia
Tuntutan publik yang begitu besar terhadap transparansi kinerja aparat pajak bisa jadi membuat pemerintah memberi perhatian ekstra pada Ditjen Pajak. Kendati dalam tiga tahun terakhir banyak reformasi pajak yang sudah dijalankan Ditjen Pajak, tetapi dugaan-dugaan kebocoran pajak dan penyimpangan membuat Ditjen tersebut banyak disoroti masyarakat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) misalnya banyak menerima laporan masyarakat mengenai penyimpangan yang terjadi dalam pemungutan pajak. Yang paling menonjol yang diterima KPK adalah masih adanya proses tawar-menawar dalam pembayaran pajak.
Keluhan yang diungkapkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menyebutkan bahwa sistem pembayaran pajak masih banyak dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 2003 di pulau Jawa yang menyebutkan bahwa 41 persen responden tidak percaya kalau pajak yang dibayarkannya akan kembali kepada diri mereka dalam bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ketidakpercayaan tersebut, kata Ketua YLKI Indah Suskmaningsih, harus dijawab oleh kantor pajak sebelum mereka meminta agar masyarakat membayar pajaknya dengan benar. YLKI sendiri, banyak mendapatkan masukan dari masyarakat bahwa proses pembayaran pajak sangat sulit dilakukan sehingga secara tidak langsung menimbulkan keengganan terhadap wajib pajak.
Sorotan lain yang sering dilontarkan masyarakat adalah masih rendahnya rasio pajak (tax ratio) di Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Untuk mewujudkan rasio pajak yang sejajar dengan negara tetangga, pemerintah harus mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga penerimaan pajak juga akan terus membaik. Apabila penerimaan pajak digunakan untuk kebutuhan ekonomi yang baik, mesti juga pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan lebih baik. Problem lain yang sering dikeluhkan para wajib pajak terutama pengusaha adalah sistem perpajakan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-Undang Perpajakan Dan Aturan Perpajakan Terbaru, Edisi Pertama, Jakarta, Salemba Empat, 2003.
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Edisi Revisi, Cet. 2, Jakarta, Rineka Cipta, 2003.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat Dan Wakaf, Cet. 1, Jakarta, UI-Press, 1988.
Adwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cet. 1, Edisi ke-4, Bandung, Refika Aditama, 2003.
1 Adwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press, 2001. Hal. 191.
2 http://id.wikipedia,org/wiki/Pajak_Penghasilan
3 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cet. 1, Edisi ke-4, Bandung, Refika Aditama, 2003. Hal. 2-6.
4 Waluyo, Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-Undang Perpajakan Dan Aturan Perpajakan Terbaru, Edisi Pertama, Jakarta, Salemba Empat, 2003. Hal. 5.
5 Ibid, Hal. 13-14.
6 Ibid. Hal. 14-15.
7 Ibid. Hal. 8.
8 www.pajak.go.id/ Berita/ Target Pajak 2008 Kemungkinan Direvisi.
9 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat Dan Wakaf, Cet. 1, Jakarta, UI-Press, 1988. Hal. 50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar