Cari

Senin, 02 November 2009

Manajemen Pemasaran Perbankan Syari'ah

MANAJEMEN PEMASARAN PERBANKAN SYARI’AH

A. PENDAHULUAN

Dalam perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia hingga saat ini menunjukkan semakin banyak industri perbankan yang ingin membuka bank yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Ini dikarenakan perbankan syari’ah merupakan perbankan yang memiliki sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional, dan memiliki potensi pasar yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang.

Seiring dengan makin bertambahnya jumlah perbankan syari’ah yang beroperasi di Indonesia, jumlah dana yang berhasil dihimpun perbankan syari’ah juga terus bertambah. Pesatnya pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor. Di samping karena kinerja bank syari’ah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan perbankan syari’ah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga perbankan konvensional, margin bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan perbankan konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening.

Tingginya tingkat bagi hasil yang ditawarkan perbankan syari’ah tidak terlepas dari besarnya tingkat pembiayaan syari’ah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang fungsi intermediasinya dilakukan dengan mengucurkan kredit secara tunai, pada perbankan syari’ah konsep pembiayaan tidak dilakukan secara tunai tetapi dengan cara membiayai/mendanai langsung sejumlah kebutuhan yang diajukan debitur, baik pembelian barang maupun pendirian suatu usaha.

Dengan melihat berbagai peluang dan masalah yang muncul dalam perkembangan perbankan syari’ah, maka penyaji makalah akan menkaji lebih jauh mengenai konsep pemasaran yang ada di perbankan syari’ah pada saat ini dan bagaimana prosek pengembangan perbankan syari’ah di masa yang akan datang. Dengan ini diharapkan dapat membantu perkembangan perbankan syari’ah agar lebih baik lagi dalam menyusun skema atau strategi yang baru sehingga dapat unggul dan dapat menciptakan nilai di mata masyarakat.

B. MANAJEMEN PEMASARAN PERBANKAN SYARI’AH

Yang perlu diingat bahwa prinsip syari’ah itu sendiri sebenarnya mengacu pada pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai inilah yang kemudian diaplikasikan dalam pengaturan perbankan syari’ah saat ini. Prinsip perbankan syari’ah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi Islam, dimana didalamnya diatur mengenai larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan dengan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil (equity based financing).

Dengan prinsip bagi hasil, perbankan syari’ah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul, sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Secara jangka panjang, konsep perbankan syari’ah ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga dirasakan oleh pengelola modal sebagai refleksi prinsip syari’ah dengan melihat sisi nilai-nilai keadilan.

1. Marketing Mix

Dalam ilmu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar, dimana untuk menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen yang terdiri atas Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat atau Saluran Distribusi), dan Promotion (Promosi), yang dalam perkembangannya kini, telah mengalami penambahan lagi menjadi: People (Orang), Phisical Evidence (Bukti Fisik), dan Process (Proses).

a. Product (Produk), sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan dalam perbankan syari’ah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa. Ciri khas jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syari’ah atau yang diperbolehkan dalam Al-Quran, namun agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, maka produk tersebut harus tetap melakukan strategi “differensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai menggunakan jasa perbankan syari’ah.

b. Price (Harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam marketing mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan syari’ah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah. Menterjemahkan pengertian harga dalam perbankan syari’ah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.

c. Place (Tempat atau Saluran Distribusi), melakukan penetrasi pasar perbankan syari’ah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Menyebarkan unit pelayanan perbankan syari’ah hingga kepelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Dibutuhkan modal yang tidak sedikit memang jika harus dilakukan secara serentak atau bersamaan.

d. Promotion (Promosi), juga akan menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan perbankan syari’ah. Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan seringkali digunakan untuk menanamkan “brand image” atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika “brand image” sudah tertanam dibenak masyarakat umum, maka menjual sebuah produk, baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.

e. People (Orang), bisa kita interpretasikan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari perbankan syari’ah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini sendiri juga akan sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syari’ah.

f. Process (Proses), bagaimana proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syari’ah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan perbankan syari’ah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain itu tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syari’ah.

g. Phisical Evidence (Bukti Fisik), cara dan bentuk pelayanan kepada nasabah perbankan syari’ah ini juga merupakan bukti nyata yang seharusnya bisa dirasakan atau dianggap sebagai bukti fisik (phisical evidence) bagi para nasabahnya, yang suatu hari nanti diharapkan akan memberikan sebuah testimonial positif kepada mayarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan perbankan syari’ah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini.

2. Strategi Pemasaran Perbankan Syari’ah

Tingginya potensi nasabah dengan rendahnya persepsi masyarakat terhadap syari’ah menunjukkan minimnya informasi syariah di masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan oleh perbankan syari’ah adalah: strategi pertama yang harus ditempuh perbankan syari’ah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan.

Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Tidak seperti perbankan konvensional yang didukung oleh banyak instrumen keuangan, produk-produk syari’ah cenderung terbatas mengingat belum lengkapnya instrumen keuangan syari’ah. Dengan diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah semakin memperkuat basis perbankan syari’ah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh perbankan syari’ah untuk mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional di Indonesia. Maka produk-produk atau instrumen-instrumen yang ditawarkan perbankan syari’ah akan lebih meyakinkan.

Tingginya margin bagi hasil yang ditawarkan saat ini (relatif terhadap bunga perbankan konvensional) menjadikan perbankan syari’ah cenderung mengalami excess funding. Untuk itu perlu dilakukan inovasi produk pembiayaan dengan skim yang menarik untuk menjaga agar tingkat bagi hasil yang ditawarkan tetap bersaing. Inovasi proses untuk efisiensi dapat dilakukan dengan cara menyederhanakan adopsi proses kredit perbankan konvensional untuk proses pembiayaan perbankan syari’ah. Sistem referensi cross-selling dan sistem skoring pada kredit perbankan konvensional merupakan beberapa inovasi yang dapat ditiru perbankan syari’ah.

Perbankan syari’ah juga tidak dapat menghindari timbulnya risiko pembiayaan. Hal tersebut terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh pembiayaan yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Risiko pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas perbankan syari’ah. Hal ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) menjadi besar, semakin besar pula jumlah kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan. Maka dari itu pembiayaan dan investasi yang disalurkan harus dijaga serta dikelola dengan hati-hati (Prudential) agar tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing).

Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu usaha menuju good corporate governance. Diperlukan komitmen yang kuat untuk menciptakan budaya syari’ah yang berbeda dengan budaya perbankan konvensional.

3. Pencapaian Target Perbankan Syari’ah

Berdasarkan cetak biru (blue print) pengembangan perbankan syari’ah Indonesia, diharapkan pada tahun 2009 ini, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan ditahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset perbankan nasional. Dengan melihat fakta yang ada saat ini, harapan pencapaian angka-angka tersebut dari tahun ke tahun cukup meragukan, hal ini mengingat target untuk tahun 2008 saja yang bisa kita lihat melalui Laporan Perkembangan Perbankan Syari’ah (LPPS) tahun 2008, pangsa pasarnya hanya berhasil dicapai sekitar 2,14% dari total aset perbankan nasional, atau hanya separuhnya dari target yang diharapkan sebesar 5% dalam cetak biru (blue print) pengembangan perbankan syari’ah Indonesia. Butuh waktu yang lama dan kerja keras, jika perbankan syari’ah ingin mencapai target-target tersebut sehingga bisa mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional. Ada banyak hal yang harus dibenahi, baik itu secara internal maupun eksternal.

4. Segmentasi Pasar dan Posisi Perbankan Syari’ah

Dalam teori pemasaran segmentasi pasar adalah tindakan membagi pasar kedalam kelompok-kelompok pembeli yang terpisah-pisah dengan kebutuhan dan tanggapan yang berbeda. Prosedur segmentasi pasar terdiri dari tiga tahap:

  1. Tahap survei, priset menyelenggarakan wawancara dan memusatkan perhatian pada kelompok untuk memperoleh pandangan terhadap motivasi konsumen, sikap, dan perilaku. Sehingga dapat mengumpulkan data mengenai sifat dan peringkat kepentingan mereka, kesadaran merk dan peringkat merek, pola penggunaan produk, sikap terhadap golongan produk, demografi, psikografi, dan mediagrafi dari responden.
  2. Tahap analisis, priset menggunakan analisis faktor pada data untuk membuang variabel yang berkolerasi tinggi. Kemudian menggunakan analisis kelompok untuk menghasilkan penetapan jumlah segmen maksimum.
  3. Tahap pembentukan, Andreasen dan Belk menemukan enam segmen pasar : orang yang pasif tinggal dirumah, orang yang aktif dan penggemar olahraga, orang yang berkecukupan dan mempunyai kontrol diri, pendukung kebudayaan, orang yang aktif dan senang tinggal dirumah, dan orang yang aktif dalam kegiatan sosial.


Selanjutnya perusahaan harus menetapkan sasaran segmen pasar yang terbaik. Perusahaan pertama-tama harus mengevaluasi potensi laba masing-masing segmen, di mana merupakan fungsi segmen ukuran dan pertumbuhan, segmen daya tarik struktural, serta tujuan dan sumber daya perusahaan. Kemudian perusahaan harus memutuskan berapa banyak segmen yang akan dilayani. Perusahaan dapat mengabaikan perbedaan-perbedaan segmen (pemasaran yang tidak terdiferensiasi), mengembangkan penawaran pasar yang berbeda untuk beberapa segmen (pasar yang terdiferensiasi), atau mengejar satu atau beberapa segmen pasar (pemasaran yang terpusat). Dalam memilih segmen sasaran, pemasar harus mempertimbangkan hubungan timbal balik dan rencana penyerangan segmen yang potensial.

Jika kita melihat posisi dari beberapa tahun terakhir bahwa perbankan syari’ah telah menjadi perbankan yang berfungsi sebagai intermediasi bagi usaha-usaha riil. Prospek tersebut bisa berjalan jika didukung beberapa faktor mikro dan makro yang dapat mempercepat pengembangan perbankan syari’ah.

Dengan disahkannya UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah maka dapat memperkokoh posisi perbankan syari’ah. Kemudian dengan didukung dengan fatwa MUI mengenai beberapa produk akad juga memperkuat posisi perbankan syari’ah. Dengan dikeluarkannya fatwa haram bunga bank oleh MUI maka akan merubah paradigma masyarakat dan akan meningkatkan jumlah nasabah bank syariah. Sementara itu Bank Indonesia selaku otoritas moneter harus lebih memberi keleluasaan kepada perbankan syari’ah agar dapat terjangkau di seluruh Indonesia.

C. KESIMPULAN

Seiring dengan perkembangan perbankan syari’ah kedepan diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah kebawah. Perbankan syari’ah sebagai sarana intermediasi dibidang investasi dan binis harus menciptakan pengaruh yang positif bagi pengembangan dunia usaha.

Dari posisi yang dimiliki oleh perbankan syari’ah saat ini membuat peranan perbankan syari’ah dalam pembangunan ekonomi nasional semakin diperlukan dikarenakan untuk: menjadi perekat nasionalisme baru. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Mendorong pemerataan pendapatan. Dan uswatun hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha perbankan.

Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh perbankan syari’ah dalam memajukan industri perbankan:

Strategi pertama yang harus ditempuh bank syari’ah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan. Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu usaha menuju good corporate governance.

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran (Jakarta: Salemba Empat), 1994.

http://www.yulyanto.com/2009/07/mempercepat-pengembangan-perbankan-syariah-melalui-konsep-“marketing-mix”/. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009.

Etika Berbisnis Islami VS Non-Islami

ETIKA BERBISNIS ISLAM VERSUS NON-ISLAM

Definisi Etika

Etika dapat didefinisi sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis kadangkala merujuk pada etika manajemen atau etika organisasi, yang secara sederhana membatasi kerangka acuannya pada konsepsi sebuah organisasi.

Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika di dalam Qur’an adalah khuluq. Qur’an juga mempergunakan sejumlah istilah lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan, ma’ruf (mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketaqwaan). Tindakan yang terpuji disebut sebagai salihat dan tindakan yang buruk atau tercela disebut sebagai sayyi’at.

Pilihan Sistem Etika

Pandangan etika kontemporer berbeda dari sistem etika Islam dalam banyak hal. Terdapat enam sistem etika yang saat ini mendominasi pemikiran etika pada umumnya.

  1. Relativisme (kepentingan prbadi). Keputusan etis dibuat berdasarkan kepentingan pribadi dan kebutuhan pribadi.
  2. Utilitarianisme (kalkullasi untung rugi). Keputusan etis dibuat bedasarkan hasil yang diberikan oleh keputusan-keputusan ini. Suatu tindakan disebut etis jika memberikan keuntungan terbesar bagi sejumlah besar orang.
  3. Universalisme (kewajiban). Keputusan etis yang menekankan maksud suatu tindakan atau keputusan. Keputusan yang sama harus dibuat oleh setiap orang dibawah kondisi yang sama.
  4. Hak (kepentingan individu). Keputusan etika yang menekankan nilai-nilai individu, kebebasan untuk memilih.
  5. Keadilan distributif (keadilan dan kesetaraan). Keputusan etika yang menekankan nilai-nilai individu, keadilan dan menegaskan pembagian yang adil atas kekayaan dan keuntungan.

Sistem Etika Islam

  1. Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa dan mengetahui apa pun niat kita sepenuhnya dan secara sempurna.
  2. Niat baik yang diikuti dengan tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
  3. Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan apa pun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggungjawab dan keadilan.
  4. Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apa pun atau siapa pun kecuali Allah.
  5. Keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas tidak secara langsung berarti bersifat etis dalam dirinya. Etika bukanlah permainan mengenai jumlah.
  6. Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem yang tertutup, dan berorientasi diri-sendiri. Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
  7. Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Qur’an dan alam semesta.
  8. Tidak seperti sistem etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berperilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatan kepada Allah SWT.

Konsep-Konsep Filsafat Etika Islam

  1. Keesaan

Keesaan merupakan dimensi verikal Islam. Konsep keesaan menggabungkan ke dalam sifat homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang muslim: ekonomi, politik, agama, dan masyarakat, serta menekankan gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan. Dengan adanya penerapan konsep keesaan dalam etika bisnis seorang pengusaha muslim tidak akan:

§ Berbuat diskriminatif terhadap pekerja.

§ Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis.

§ Menimbun kekayaannya dengan penuh keserakahan.

  1. Keseimbangan

Keseimbangan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta. Hukum dan keteraturan yang kita lihat di alam semesta merefleksikan konsep keseimbangan yang rumit. Sifat keseimbangan ini lebih dari sekedar karakteristik alam, ia merupakan karakter dinamik yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim dalam kehidupannya.

  1. Kehendak Bebas

Pada tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannya sendiri manakala Allah SWT menurunkannya ke bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, ia diberi kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, untuk memilih apa pun jalan hidup yang ia inginkan dan, yang paling penting, untuk bertindak berdasarkan aturan apa pun yang ia pilih. Seorang muslim yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah SWT, akan menepati semua kontrak yang telak dibuatnya.

  1. Tanggungjawab

Untuk memenuhi konsep keadilan dan kesatuan seperti yang kita lihat dalam ciptaan Allah SWT, manusia harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.

Penerapan konsep tanggungjawab dalam etika bisnis. Jika seorang pengusaha muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataanya bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus memikul tanggung jawab tertinggi atas tindakannya sendiri.

Investasi Syari'ah

INVESTASI SYARI’AH
A. PENDAHULUAN
Islamic finance adalah shariah-based finance, keuangan yang secara logis menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, sekaligus insrumentasi dan aplikasi dari nilai epistimologi (sumber pengetahuan) Islam. Epistimologi Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Secara sederhana, dapat pula dikatakan bahwa islamic finance merupakan mainstream finance yang didasarkan pada etika Islam. Dengan kata lain, Islamic finance, mengharuskan investor untuk melihat dan mempertimbangkan dimensi nilai-nilai Islam.
Prospek invetasi Islam yang telah berkembang saat ini adalah Islamic banking industry, sementara Islamic Equity Fund bersiap menyusul. Sebagai simplifikasi, dapat dikatakan bahwa equity semestinya menjadi bentuk investasi yang ideal bagi surplus unit muslim yang tidak menyetujui konsep bunga (interest) yang dianggap riba. Equity investment didasarkan pada sistem bagi hasil atau mudharabah (profit sharing-loss) dimana return secara teoritis merefleksikan profitabilitas dari underlying bisnisnya. Equity fund sebagai bentuk investasi ideal sejalan dengan prinsip islamic finance yang sangat mendorong alokasi produktif sumber daya ekonomi, partisipasi modal, dan pembagian risiko.
Islamic equity funds adalah intermediaries yang membantu surplus unit melakukan penempatan investasi. Islamic equity funds ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang peduli dengan isu publik dan keadilan sosial, yang juga menginginkan memperoleh earning dari sumber yang bersih serta dapat dipertanggungjawabkan secara religius.
Yang dikehendaki dari pengenalan prinsip-prinsip keuangan Islami tersebut, terutama tentang bentuk-bentuk kontraknya, adalah baik investor maupun para akademisi nantinya dapat kritis menilai setiap sekuritas yang tersedia, serta tetap konsisten menggunakan sekuritas, reksadana yang selaras dengan prinsip-prinsip syari’ah. Dengan demikian, mereka tidak akan menjadi naif, menolak seluruh sekuritas yang ada dengan anggapan sama sekali bertentangan dengan syari’ah Islam. Tidak lantas pula menerima begitu saja modifikasi-modifikasi yang dilakukan tanpa telaah yang dalam secara substansif.

B. INVESTASI SYARI’AH
1. Pengertian Investasi
Donald E. Fischer dan Ronald J. Jordan, dalam bukunya Security Analysis and Portofolio Management, mendefinisikan:
An investment is a commitment of funds made in the expectation of some positive rate of return. Hampir sama dengan definisi Jack Clark Francis, dalam bukunya Investment: analiysis and management: an investment is a commitment of money that is expected to generate of aditional money.
Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
Umumnya investasi dikategorikan dua jenis yaitu, real assets dan financial assets. Aset riil adalah bersifat berwujud seperti gedung-gedung, kendaraan, dan sebagainya. Sedangkan aset keuangan merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktiva riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut.
Di antara sekian banyak perbedaan antara aktiva riil dengan aktiva keuangan, daya tariknya adalah likuiditas. Likuiditas diartikan mudahnya mengkorversi suatu aset menjadi uang, dan biaya transaksi cukup rendah. Riil aset secara umum kurang likuid daripada aset keuangan, hal ini disebabkan sifat heterogennya dan khusus kegunaannya. Disamping itu return aset riil biasanya sulit untuk diukur secara akurat, kepemilikan yang tidak luas, juga tidak tersedianya pasar yang aktif.

2. Tujuan Investasi
Bagi seseorang yang ingin melakukan investasi yang menguntungkan atau setidak-tidaknya untuk mengamankan kekayaan dari berbagai risiko yang mungkin terjadi, dia mempunyai banyak pilihan investasi. Berbeda dengan investasi dibidang lain yang sudah banyak dikenal, investasi di pasar modal relatif masih baru bagi masyarakat Indonesia. Karena itu belum banyak orang mengenal bagaimana melakukan investasi di pasar modal.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana cara meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau berusaha untuk mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
b. Mengurangi tekanan inflasi. Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindarkan dalam kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko akibat adanya inflasi, hal demikian karena variable inflasi dapat mengereksi seluruh pendapatan yang ada. Investasi dalam sebuah bisnis tertentu dapat dikategorikan sebagai langkah mitigasi yang efektif.
c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa neraga banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melaui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang tertentu.

Ada beberapa resiko yang kemungkinan bisa muncul ketika berinvestasi:
a. Resiko tingkat bunga, terutama jika terjadi kenaikan.
b. Resiko daya beli, disebabkan inflasi.
c. Resiko pasar bear dan bull, tren pasar turun atau naik.
d. Resiko manajemen, kesalahan/kekeliruan dalam pengelolaan.
e. Resiko kegagalan, keuangan perusahaan ke arah kepailitan.
f. Resiko likuiditas, kesulitan pencairan/pelepasan aktiva.
g. Resiko penarikan, kemungkinan pembelian kembali aset/surat berharga oleh emiten.
h. Resiko konversi, keharusan penukaran atau aktiva.
i. Resiko politik, baik internasional maupun nasional.
j. Resiko industri, munculnya saingan produk homogen.

3. Proses Investasi
Analisis investasi secara tradisional, jika ingin melakukan investasi atas sekuritas, dasarnya adalah proyeksi dari harga dan dividen sekuritas tersebut. Karena itu, harga potensial dari saham suatu perusahaan dan pola dividen yang akan datang diramalkan lebih dulu, kemudian dilakukan diskon untuk memperoleh nilai sekarangnya (present value).
Nilai intrinsik ini kemudian dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku (setelah disesuaikan dengan pajak dan komisi). Jika harga pasar di bawah nilai intrinsiknya, pembelian dilaksanakan. Sebaliknya jika harga pasar diatas nilai intrinsiknya, penjualan atas saham yang dimiliki lebih disarankan.
Meskipun analisis sekuritas modern akarnya adalah konsep fundamental, tetapi dasarnya berubah. Pendekatan yang paling modern atas sekuritas bedasarkan estimasi risk and return, tentunya, tergantung pula atas harga saham dan bersama dengan pola dividen.
Dasar proses investasi modern mencakup analisis:
a. Mempertimbangkan tarif pajak dan biaya komisi.
b. Jenis pola risiko maupun keuntungan.
c. Prospek ekonomi yang berkaitan dengan investasi.
d. Kelompok industri, karena dampak ekonomi akan berbeda pengaruhnya atas masing-masing industri.
e. Kinerja perusahaan yang berhubungan dengan produk line, kekuatan pemasaran, keuangan, efisiensi produksi dan kapabilitas manajemen (management capabulity).

Untuk mencapai tujuan investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspektasi return yang di dapatkan dan juga risiko yang akan dihadapi. Menurut Sharpe, pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan investasi antara lain:
1. Menentukan kebijakan investasi
Pada tahapan ini, investor menentuakan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Di karenakan ada hubungan positif antara risiko dan return, maka hal yang tepat bagi para investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk memperoleh banyak keuntungan saja, tetapi juga memahami bahwa ada kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian. Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko.
2. Analisis sekuritas
Pada tahapan ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual atau beberapa kelompok sekuritas. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced).
3. Pembentukan portofolio
Pada tahapan ketiga ini adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana yang akan diinvestasikan dan juga menentukanseberapa besar investasi pada tiap aset tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan waktu, dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
4. Melakukan revisi portofolio
Pada tahapan ini, berkenaan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah sebelumnya. Sejalan dengan waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya yaitu membentuk portofolio baru yang lebih optimal. Motifasi lainnya di sesuaikan dengan preferensi investor tentang resiko dan return itu sendiri.
5. Evaluasi kinerja portofolio
Pada tahapan terakhir ini, investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik dalam arti tidak hanya return yang di perhatikan tetapi juga risiko yang di hadapi. Jadi, di perlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko juga standar yang relevan.

4. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syari’ah (pihak terkait) adalah:
a. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
b. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
c. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
d. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
e. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syari’ah yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syari’ah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading.

5. Bentuk-Bentuk Transaksi Investasi Syari’ah
Beberapa aspek dalam bentuk-bentuk transaksi dan penjualan yang dibolehkan dalam Islam akan membawa implikasi evaluasi terhadap institusi dan instrumen yang sudah ada, sekaligus memberikan tawaran alternatif bentuk institusi dan instrumen yang dianggap lebih Islami.
Rukun atau pilar sebagai syarat sahnya kontrak terdiri dari:
a. Ijab-qabul. Ijab adalah proposal positif atau pernyataan penawaran, sementara qabul merupakan penerimaan atau pernyataan kesetujuan.
b. Pihak-pihak yang melakukan konrak harus memiliki kapasitas, mengerti hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya.
c. Subyek kontrak bersifat legal dalam Islam, dispesifikasikan dan didefinisikan dengan jelas, dan harus dimiliki dan exist untuk mengindari spekulasi.

Bentuk kontrak yang dibolehkan dalam keuangan Islami adalah sebagai berikut:
1. Bai (Jual-Beli, Sale), yang terdiri dari Bai Mu’ajjal, Bai Murabahah bi Thaman Ajil, ‘Arbun, Bai as-Salam.
2. Aqd Syarikah.
3. Ijarah.

Adapun beberapa bentuk investasi sesuai syari’ah diantaranya adalah:
1. Deposito Syari’ah.
2. Pasar Modal Syari’ah
a. Saham Syari’ah.
b. Obligasi Syari’ah.
c. Reksa Dana Syari’ah.

Jenis investasi bedasarkan syari’ah
1. Tabungan bagi hasil (mudharabah). Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syari’ah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.
2. Deposito bagi hasil (mudharabah). Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.

C. KESIMPULAN
Ekonomi sebagaimana yang dikembangkan dan dipraktekkan di Barat didasarkan pada apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Teori-teorinya diderivasikan melalui pendekatan empiristik yang deduktif maupun induktif. Malahan, ekonomi kontemporer yang punya tujuan memberikan keketatan ilmiah pada disiplinnya berkecenderungan kuat untuk menjadi positivis, dengan penekanan pada aspek kuantitatifnya yang mengabaikan isu nilai normatif.
Padahal, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang paling bergantung pada nilai dan paling normatif di antara ilmu-ilmu sosial lainnya. Model dan teorinya akan selalu didasarkan pada sistem nilai tertentu, pada pandangan tentang hakikat manusia, pada seperangkat asumsi yang disebut Schumacher sebagai mata ekonomi, karena tidak pernah dimasukkan secara eksplisit pada ekonomi kontemporer. Dengan demikian, ilmu ekonomi sudah seharusnya mengintegrasikan positivisme dan normativisme, antara pertimbangan rasional dan nilai atau moral.
Menggunakan definisi dan mekanisme investasi yang telah disebutkan diatas, maka investasi menjadi sektor yang tidak kalah penting dalam perekonomian. Sektor inilah yang menjelaskan bagaimana kegiatan ekonomi riil dapat bergerak melalui penyediaan instrumen-instrumen investasi dan preferensi golongan pemilik modal untuk menggunakan dananya. Realisasi investasi tentu saja ditentukan oleh dua kekuatan pasar, yaitu penawaran investasi dan permintaan investasi.
Investasi Islami dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Investasi yang langsung dilakukan secara individual untuk melakukan penempatan pada instrumen halal yang tersedia. Investasi tidak langsung adalah dengan memanfaatkan jasa intermediaries yang juga dituntut Islami.


DAFTAR PUSTAKA

Achsien, Iggi H. Investasi Syari’ah di Pasar Modal Meggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syari’ah, Cetakan ke-2, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Kamaruddin Ahmad, Dasar-Dasar Manajemen Investasi dan Portofolio, Cetakan ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
http://bukhariibra.wordpress.com/makalah-kita/tantangan-investasi-syariah-di-pasar-modal. Diakses pada tanggal 23 September 2009
http://kjksmadani.wordpress.com/2009/01/20/investasi-dalam-perspektif-syariah. Diakses pada tanggal 23 September 2009.