Cari

Kamis, 27 Januari 2011

TELAAH TERHADAP KRISIS KEUANGAN GLOBAL – BUBBLE ECONOMY DAN FENOMENA RIBAWI

Krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat telah menimbulkan keterpurukan ekonomi yang sangat dalam bagi perekonomian AS. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Sehingga pemerintah AS terpaksa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Riba Sebagai Puncak Krisis
Dalam Al-quran bahwa akar masalah kerusakan ekonomi adalah riba (QS.30: 39-41). Tak diragukan sedikitpun bahwa akar masalah yang paling utama adalah sistem riba yang menjadi instrumen dan jantung kapitalisme dalam seluruh transaksi keuangan. Walaupun harus diakui bukan riba satu-satunya yang menjadi akar terjadinya krisis finansial tersebut. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Macam Krisis Finansial
Krisis Keuangan global dapat dibedakan kepada dua macam krisis:
  1. Krisis di pasar modal (capital market). Di pasar modal dimungkinkan terjadinya short selling dan margin trading . Kegiatan bisnis tersebut sangat sarat dengan motif spekulasi.
  2. Krisis di pasar uang (money market). Di pasar uang terdapat dua kesalahan besar yang berakibat kepada krisis. Pertama, kegiatan transaksi valas yang bermotif spekulasi, baik spot maupun bukan, seperti forward, options dan swaps transaction. Kedua bahwa yang menjadi standar keuangan international adalah fiat money.

Menurut ekonomi Islam, sektor moneter dan sektor riil tidak boleh terpisah, sedangkan dalam sistem ekonomi kapitalisme keduanya terpisah secara diametral. Akibat keterpisahan itu, maka arus uang (moneter) berkembang dengan cepat sekali, sementara arus barang di sektor riil semakin jauh tertinggal. Sektor moneter dan sektor riil menjadi sangat tidak seimbang. Sehingga menimbulkan yang dinamakan dengan Bubble Economy. Bublle Economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.

Menghindari Maghrib
Maghrib adalah akronim dari maysir, gharar dan riba. Tiga macam praktik terlarang inilah yang menjadi faktor dan biang utama krisis. Maysir adalah bisnis yang berbentuk judi dan spekulasi. Spekulasi selalu terjadi di pasar modal dalam bentuk short selling dan margin trading. Di pasar uang kegiatan transaksi spekulasi valas semacam transaksi swap, forward dan options. Semua transaksi tersebut bertentangan dengan syariah, karena mengandung riba. Sedangkan gharar ialah transaksi maya, drivatif dan karena itu ia menjadi bisnis resiko tinggi). Riba ialah pencarian keuntungan tanpa dilandasi kegiatan transaksi bisnis riel.
Dari ratusan definisi riba itu disimpulkan, bahwa riba ialah az-ziyadah lam yuqabilha ‘iwadh, artinya, riba adalah tambahan yang diperoleh tanpa didasarkan adanya ‘iwadh. Iwadh ialah transaksi bisnis riil yang terdiri dari 3 macam, yaitu jual beli, bagi hasil dan ijarah. Jual beli contohnya ialah seperti jual beli dengan segala macamnya (jual beli murabahah, salam, istisna), Transaksi bisnis riel juga dapat diwujudkan dengan bagi hasil dan ijarah,. Bagi hasil diwujudkan dengan konsep mudharabah, syirkah, mudharabah musytarakah, musyarakah mutanaqishah dan muzara’ah. Sedangkan ijarah diwujudkan dengan ijarah biasa, ijarah muwazy (paralel), IMBT.
Transaksi mudharabah dan musyarakah serta transaksi jual beli murabahah, salam, istisna’ dan ijarah (leasing), memastikan keterkaitan sektor moneter dan sektor riel. Oleh karena itu pula salah satu rukun jual beli ialah ada uang ada barang (ma’kud ‘alaihi). Dengan demikian, future trading dan margin trading yang tidak diikuti dengan pengiriman barang adalah tidak sah. Jelasnya bahwa konsep ekonomi Islam menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor moneter. Begitu pula dengan perbankan Islam yang pertumbuhan pembiayaannya tidak dapat terlepas dari pertumbuhan sektor riel yang dibiayainya.

SUKU BUNGA PERBANKAN MASIH PENGHAMBAT PEMBIAYAAN UMKM INDONESIA
Kredit Untuk UMKM
Kredit untuk UMKM yang berasal dari perbankan sangat penting dan semestinya menjadi sumber pembiayaan utama UMKM. Sumber pembiayaan UMKM berasal dari berbagai lembaga, yakni perbankan dan non perbankan, seperti pasar saham, pemerintah, modal ventura, dan pelepas uang. Perbankan merupakan lembaga yang mempunyai posisi strategis dalam pembiayaan dunia usaha karena bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi, disamping sebagai lembaga pembiayaan juga penarik uang masyarakat.
Dapat dinyatakan bahwa porsi terbesar alokasi kredit perbankan adalah untuk usaha skala besar. Kemampuan menyerap kredit perbankan oleh perusahaan besar jauh lebih tinggi daripada UMKM. Aksesbilitas usaha skala besar terhadap dana perbankan seolah-olah tidak mempersoalkan tingkat suku bunga perbankan. Sementara aksesibilitas UMKM terhadap kredit perbankan terhambat oleh faktor suku bunga. Apabila ditambah dengan faktor penghambat lainnya maka UMKM semakin jauh dari jangkauan bank komersial untuk pembiayaan usaha UMKM. Perbedaan ini dapat dipandang sebagai ketidakadilan karena mestinya ekonomi rakyat yang diwakili oleh UMKM semestinya memperoleh porsi yang lebih besar daripada usaha besar

Pergerakan Suku Bunga
Keseimbangan dan stabilitas ekonomi makro yang menjadi arah kebijakan ekonomi memasukkan suku bunga sebagai faktor endogenous dari sisi keseimbangan pasar produk, suku bunga secara langsung mempengaruhi investasi dan dari sisi keseimbangan pasar uang menjadi harga uang dan menentukan permintaan uang spekulatif. Dari ekonomi mikro, suku bunga juga menjadi faktor penentu portofolio, tingkat pengembalian kredit, ukuran kelayakan suatu proyek, dan menjadi benchmarking tingkat diskonto.
Kegunaan suku bunga adalah menjadi faktor menentukan aliran valuta masuk atau keluar. Perusahaan juga menggunakan suku bunga sebagai pembanding kemampuan menciptakan laba. Apabila tingkat profitabilitas perusahaan lebih tinggi daripada tingkat suku bunga maka perusahaan mempunyai performa dan prospek yang baik.
Suku bunga aktual adalah suku bunga yang terjadi di pasar sedangkan suku bunga trend adalah kecenderungan yang terjadi dari sekumpulan data aktualnya. Suku bunga trend merupakan suku bunga potensial. Pola pergerakan suku bunga aktual yang fluktuatif dipengaruhi lingkungan bisnis dan perekonomian yang tidak stabil dan kondusif. Tingginya suku bunga aktual dapat mempengaruhi kondisi perekonomian dan bisnis.
Dari pergerakan pola aktual dan trend suku bunga kredit perbankan tersebut hal yang menarik adalah tingkat suku bunga kredit masih cukup tinggi. Pada tingkat suku bunga 14%-16%, UMKM tidak mampu menggunakan dana perbankan untuk pembiayaan investasi dan modal kerja. Untuk bisa mengakses dana perbankan, UMKM harus produktif dengan tingkat profitabilitas lebih dari 16%. Tingkat produktifitas seperti itu sangat sulit dicapai oleh UMKM.
Ada perbedaan yang sangat mencolok antara usaha skala besar dengan UMKM dalam menghadapi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh perusahaan besar cenderung kompetisi monopolistik. Struktur pasar seperti itu akan memberikan peluang lebih besar kepada perusahaan untuk memperoleh laba yang relatif besar. Tingkat profitabilitas perusahaan besar sangat tinggi, bisa melebihi 20%. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh UMKM lebih pada persaingan. Pada kondisi pasar persaingan, perusahaan cenderung pada normal profit sehingga akumulasi kapital UMKM sangat rendah. Untuk mencapai profitabilitas UMKM 10% saja sudah cukup memadai. Oleh karena itu agar profitabilitas UMKM dapat menciptakan kemampuan ekspansi, tingkat suku bunga harus sangat rendah, di bawah 6% per tahun.
Dalam rangka pengembangan peran UMKM ke depan, membiarkan bank umum sebagai lembaga perkreditan UMKM tidak akan mampu mengangkat posisi UMKM karena tingkat suku bunga akan sulit mencapai angka di bawah 6% per tahun. Perlakuan khusus terhadap UMKM sangat perlu dan hal itu akan dapat dilakukan sepanjang tersedianya lembaga perbankan yang khusus melayani UMKM dengan tingkat suku bunga yang rendah.